PENGETAHUAN
DASAR ADZAN & IQAMAT
|
Sejarah azan dan iqamah
Azan mulai
disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya,
pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara
memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang
ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah.
Di dalam musyawarah
itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk.
Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya
memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.
Ada lagi yang
mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada
seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera
dinyalakan api pada tempat yang
tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau
setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh.
Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah.
Semua usulan yang
diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim
untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini bisa
diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.
Asal muasal azan
Lafal azan tersebut
diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah
bin abbas berkata sebagai berikut: "Ketika
cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam
tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah
lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia
bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk
menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk
apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami
dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu berkata
lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? Dan aku menjawab,
"ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:
·
Allahu Akbar Allahu
Akbar
·
Asyhadu alla ilaha
illallah
·
Asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah
·
Hayya 'alash sholah (2 kali)
·
Hayya 'alal falah (2 kali)
·
Allahu Akbar Allahu
Akbar
·
La ilaha illallah
Ketika esoknya aku
bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan
menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW,
berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia
bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti
itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal
itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia
juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Asal muasal iqomah
Setelah lelaki yang
membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata:
"Kau katakan jika salat akan didirikan:
·
Allahu Akbar, Allahu
Akbar
·
Asyhadu alla ilaha
illallah
·
Asyhadu anna
Muhammadarrasullulah
·
Hayya 'alash sholah
·
Hayya 'alal falah
·
Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
·
Allahu Akbar, Allahu
Akbar
·
La ilaha illallah
Begitu subuh, aku
mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan.
Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah
bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar
diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang
darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan
kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar
bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan
selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah
mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang
dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala
puji."[1]
Adab adzan
Adapun adab melaksanakan azan menurut
jumhur ulama ialah:
1. muazin hendaknya tidak menerima upah dalam melakukan tugasnya;
2. muazin harus suci dari hadas besar, hadas kecil, dan najis;
3. muazin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan azan;
4. ketika membaca hayya ‘ala as-salah muazin menghadapkan muka dan dadanya
ke sebelah kanan dan ketika membaca hayya ‘ala al-falah menghadapkan muka dan
dadanya ke sebelah kiri;
5. muazin memasukkan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya;
6. suara muazin hendaknya nyaring;
7. muazin tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan azan;
8. orang-orang yang mendengar azan hendaklah menyahutnya secara perlahan
dengan lafal-lafal yang diucapkan oleh muazin, kecuali pada kalimat hayya
‘ala as-salah dan hayya ‘ala al-falah yang keduanya disahut dengan la haula
wa la quwwata illa bi Allah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah);
9. setelah selesai azan, muazin dan yang mendengar azan hendaklah berdoa:
Allahumma rabba hazihi ad-da’wah at-tammah wa as-salati al-qa’imah, ati
Muhammadan al-wasilah wa al-fadilah wab’ashu maqaman mahmuda allazi wa’adtahu
(Wahai Allah, Tuhan yang menguasai seruan yang sempurna ini, dan salat yang
sedang didirikan, berikanlah kepada Muhammad karunia dan keutamaan serta
kedudukan yang terpuji, yang telah Engkau janjikan untuknya [HR. Bukhari]).
Menjawab azan
Apabila kita mendengar
suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang
diucapkan oleh muazin, kecuali
apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal
falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh).
Bila muazin
mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah",
disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa
billahil 'aliyyil 'azhim" yang artinya "Tiada daya dan tiada
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah".
Dan bila muazin
mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh,
disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala
dzalika minasy syahidin" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah
ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".
Pustaka
|