Senin, 14 Oktober 2013

Hari Raya Idul Adha 1434H Dilapangan Masjid Al-Abror Cimahi

Betapa besar karunia Allah Ta’ala kepada kita semua. Betapa tidak terhingga nikmat-Nya untuk kita semua. Ada yang kita sadari, namun lebih banyak yang luput dari kesadaran kita.
Marilah kita renungkan betapa banyak kedurhakaan kita kepada-Nya.
Betapa hari demi hari yang kita jalani tidak pernah luput dari kelalaian untuk mengingat-Nya.
Tapi dengan semua kelalaian itu, Allah Azza wa Jalla tidak pernah lalai dan bosan untuk terus-menerus mencurahkan nikmatNya kepada kita. Semua kedurhakaan kita tidak menghalangi Dia yang Mahaperkasa untuk tetap menyelimuti kita dengan kasih sayangNya.
Dan hari ini, Ia masih mengizinkan kita untuk sekali lagi bersujud kepadaNya, untuk sekali lagi bertakbir dan bertahlil mengagungkan namaNya, dan untuk sekali lagi bertaubat kepadaNya.
Kita tidak pernah tahu, boleh jadi inilah sujud terakhir kita padaNya di dunia ini. Inilah takbir dan tahlil terakhir kita untukNya. Dan inilah taubat kita untuk terakhir kalinya kepadaNya.
Idul Adha akan selalu mengingatkan pada sosok Ibrahim alaihissalam dan keluarganya. Hari ini, di saat jutaan saudara kita kaum muslimin bergegas menyelesaikan prosesi ibadah haji yang agung, di tanah air ini, kita duduk sejenak untuk merenungkan pelajaran-pelajaran yang dititipkan Allah kepada kita melalui kisah monumental Nabi Ibrahim dan keluarganya ‘alaihimussalam.
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sungguh bagi kalian terdapat teladan yang baik dalam (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya…” (al-Mumtahanah: 4)
Sosok Ibrahim ‘alaihissalam adalah teladan pengorbanan yang tulus. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita bahwa seorang mukmin harus sepenuhnya hidup untuk sebuah obsesi dan cita-cita yang tinggi. Bahwa obsesi dan cita-cita seorang mukmin tidak akan pernah terhenti hingga ia menjejakkan kakinya di dalam Surga Allah. Obsesi dan cita-cita itulah yang membuatnya rela melakukan pengorbanan demi pengorbanan di kehidupan dunia yang terlalu singkat ini.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengajarkan kepada kita bahwa obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya harus selalu diukur dengan keridhaan dan kecintaan Allah Azza wa Jalla. Apa yang diridhai dan dicintai oleh Allah dan RasulNya, maka itulah obsesi dan cita-cita kita. Jika tidak, maka obsesi dan cita-cita itu harus segera kita hapus dan buang jauh-jauh dari kehidupan kita. Karena obsesi dan cita-cita yang tidak diridhai oleh Allah Ta’ala hanya akan membawa kehidupan kita dalam serial malapetaka dan kehancuran yang tidak akan habisnya.
Maka demi obsesi dan cita-cita tertingginya akan Surga, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melintasi gurun sahara yang kering, di bawah cengkraman terik matahari dan pelukan malam-malam yang dingin. Dan ia tidak sendiri dalam perjalanan itu. Istri dan bayi mungilnya ikut serta “menikmati” perjalanan penuh obsesi itu. Obsesi akan Surga Allah.
Bayangkanlah, betapa tidak mudahnya perjalanan itu! Tapi inilah caranya untuk membuktikan kepada Allah Azza wa Jalla bahwa mereka sungguh-sungguh dengan obsesi tentang Surga itu. Dan kita semua tentu mengetahui bahwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarga kecilnya itu tidak berhenti sampai di situ.
Pertanyaan pentingnya untuk kita semua adalah:
Sudahkah obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya untuk Allah?
Jika jawabannya adalah iya, maka seberapa besar sudah pengorbanan yang kita tunjukkan kepadaNya untuk itu?
Bersyukurlah jika tahun ini kita ikut menyembelih hewan kurban, tapi untuk obsesi sehebat Surga, tentu harus lebih dari itu!
Dalam konteks pengorbanan ini pula, maka kita teringat kepada kisah heroik Keluarga Yasir di awal Islam, saat mereka melewati penyiksaan demi penyiksaan atas komitmen keislaman mereka, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur mereka dengan mengatakan:
صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ ، فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
“Bersabarlah, wahai Keluarga Yasir! Karena sesungguhnya janji pertemuan kalian adalah Surga.”[1]
Marilah belajar dari Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau adalah teladan bagi setiap orang tua yang menyayangi anaknya. Beliau mengajarkan kepada kita cara yang benar dalam menyayangi anak kita. Bukan dengan memuaskan segala permintaannya, tapi dengan mendekatkan mereka kepada Allah dengan penuh hikmah dan kelembutan.
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ
“Sesungguhnya Ibrahim itu adalah seorang yang lembut, pengasih dan selalu kembali (kepada Allah).” (Hud: 75)
Inilah sifat dan karakter dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang tua: lemah lembut, pengasih dan yang tidak kalah pentingnya: selalu kembali dan bersandar kepada Allah yang Mahakuat.
Coba renungkan doa yang dipanjatkan Ibrahim karena kecintaannya kepada keluarga dan anak-anaknya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa: ‘Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku serta keturunanku dari menyembah berhala…” (Ibrahim: 35)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Wahai Tuhanku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakkan shalat, beserta keturunanku. Duhai Tuhan kami, terimalah doaku…” (Ibrahim: 40)
Demikianlah kekhawatiran dan kegelisahan Ibrahim terhadap keturunannya. Karena itu, seperti Nabi Ibrahim, seharusnya kita selalu khawatir jika anak-anak kita akhirnya tidak lagi menyembah Allah dan menghambakan diri kepada selain Allah. Seharusnya kekhawatiran anak kita tidak shalat dan menjalankan perintah Allah lebih besar daripada saat ia kehilangan karirnya.
Di sinilah Nabi Ibrahim alaihissalam –sekali lagi- mengajarkan kepada kita untuk berani berkorban demi obsesi dan cita-cita akhirat kita.
Kita harus berani mengorbankan obsesi politik kita, jika itu hanya akan menghancurkan masa depan akhirat kita.
Kita harus berani mengorbankan obsesi karir dan jabatan kita, jika itu hanya akan membuat Allah murka kepada kita.
Kita harus berani mengorbankan obsesi nafsu kita, jika itu hanya akan membuat kita menyesal di saat penyesalan tidak akan pernah berguna lagi di Padang Mahsyar.
Semua obsesi keduniaan itu tidak akan membuat kita bahagia, jika pada akhirnya hanya akan menorehkan nama-nama kita dalam barisan makhluk yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla.
Kepada mereka yang mendapatkan amanah untuk memimpin dan mengatur negeri ini, mulai dari level nasional hingga level lokal…Kepada aparatur peradilan dan keamanan…Tunaikanlah amanah mengatur negeri ini dengan penuh rasa takut kepada Allah. Jangan pernah berlaku zhalim sedikit pun, karena itu –kata Rasulullah- akan menjadi kegelapan yang berlapis-lapis pada hari kiamat. Renungkanlah selalu firman Allah Ta’ala ini:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Dan jangan pernah sekalipun engkau menyangka Allah akan lalai dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang zhalim. Sungguh Allah hanya mengulur mereka hingga hari di mana pandangan mata mereka terbelalak.” (Ibrahim: 42)
Kepada rekan-rekan generasi muda, jangan pernah terlena dengan tubuh yang masih kuat, mata yang masih tajam, kulit yang mesih kencang dan usia yang belum tua. Semua itu sama sekali bukan jaminan bahwa perjalanan Anda di dunia masih lama. Sebab tua dan muda memiliki kedudukan yang sama di hadapan kematian. Gunakanlah tubuh yang kuat dan usia muda ini untuk bekerja meraih kesuksesan dunia dan akhirat Anda.
Kepada para muslimah yang mulia, kaum wanita adalah pilar utama bangunan suatu masyarakat. Dan kaum wanita hanya bisa menjadi pilar utama itu jika mereka tetap berada dalam fitrah kewanitaan mereka sesuai yang digariskan Allah dan RasulNya. Dan hari ini, Indonesia yang tertatih-tatih ini menanti kehadiran Anda, para wanita sejati, yang membelai dan mendidik anak-anaknya dengan cinta, yang belajar setinggi-tingginya agar dapat menjadi ibu yang cerdas dan bijak bagi anak-anaknya, bukan untuk yang lainnya…
Kepada para penanggung jawab dan pelaksana media informasi, pesan kami hanya satu: tulis dan sampaikan apa saja yang ingin Anda sampaikan, tapi ingatlah bahwa setiap kata dan ucapan itu akan Anda pertanggungjawabkan di hadapan Allah Azza wa Jalla. Tak satu pun kata yang tertulis atau terucapkan yang akan luput dari pengadilan Allah kelak. Karenanya berhati-hatilah dengan pena dan ucapan Anda.
Fhoto Acara Idul Adha dan Proses Penyembelihan Hewan Qurban
 


Selasa, 10 September 2013

PENGETAHUAN DASAR ADZAN & IQAMAT




  

PENGETAHUAN DASAR ADZAN & IQAMAT

 Sejarah azan dan iqamah

Azan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah.
Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.
Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah.
Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.
Asal muasal azan
Lafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu berkata lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? Dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:
·         Allahu Akbar Allahu Akbar
·         Asyhadu alla ilaha illallah
·         Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
·         Hayya 'alash sholah (2 kali)
·         Hayya 'alal falah (2 kali)
·         Allahu Akbar Allahu Akbar
·         La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Asal muasal iqomah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
·         Allahu Akbar, Allahu Akbar
·         Asyhadu alla ilaha illallah
·         Asyhadu anna Muhammadarrasullulah
·         Hayya 'alash sholah
·         Hayya 'alal falah
·         Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
·         Allahu Akbar, Allahu Akbar
·         La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1]
Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2]
Adab adzan
Adapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
1.    muazin hendaknya tidak menerima upah dalam melakukan tugasnya;
2.    muazin harus suci dari hadas besar, hadas kecil, dan najis;
3.    muazin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan azan;
4.    ketika membaca hayya ‘ala as-salah muazin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan dan ketika membaca hayya ‘ala al-falah menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri;
5.    muazin memasukkan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya;
6.    suara muazin hendaknya nyaring;
7.    muazin tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan azan;
8.    orang-orang yang mendengar azan hendaklah menyahutnya secara perlahan dengan lafal-lafal yang diucapkan oleh muazin, kecuali pada kalimat hayya ‘ala as-salah dan hayya ‘ala al-falah yang keduanya disahut dengan la haula wa la quwwata illa bi Allah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah);
9.    setelah selesai azan, muazin dan yang mendengar azan hendaklah berdoa: Allahumma rabba hazihi ad-da’wah at-tammah wa as-salati al-qa’imah, ati Muhammadan al-wasilah wa al-fadilah wab’ashu maqaman mahmuda allazi wa’adtahu (Wahai Allah, Tuhan yang menguasai seruan yang sempurna ini, dan salat yang sedang didirikan, berikanlah kepada Muhammad karunia dan keutamaan serta kedudukan yang terpuji, yang telah Engkau janjikan untuknya [HR. Bukhari]).
Menjawab azan
Apabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh).
Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang artinya "Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah".
Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".
Pustaka
Kita disyariatkan untuk mengumandangkan adzan di masjid sebagai pertanda masuknya waktu sholat dan untuk memanggil umat Islam agar datang ke masjid menunaikan sholat fardhu secara berjamaah. Karena itu, waktu adzan yang paling utama adalah saat masuknya waktu sholat.
Adzan hendaknya diucapkan dengan lantang. Tetapi, kalimat adzan tidak boleh diucapkan dengan cara yang berlebihan sehingga mengubah lafal dan maknanya. Sang muadzin hendaknya berwudhu terlebih dahulu, suci dari najis, dan menutup aurat (sebagaimana kalau dia melakukan sholat) serta menghadap ke kiblat. Hendaknya dia berhenti sejenak diantara kalimat-kalimat adzan.
Khusus untuk adzan shubuh, disunnahkan untuk menambahkan kalimat tatswib “Ashsholatu khairun minan naum” dua kali sesudah “hayya ‘alal falaah”. Adzan shubuh bisa dilakukan satu kali dan bisa pula dilakukan dua kali. Untuk yang dua kali, yang pertama dikumandangkan beberapa saat sebelum masuknya waktu shubuh, sedangkan yang kedua dikumandangkan saat masuknya waktu shubuh.
Bagi yang mendengar, hendaknya ia menjawab adzan persis seperti ucapan muadzin, kecuali saat muadzin mengucapkan “hayya ‘alash sholat” dan “hayya ‘alal falaah” maka jawabannya adalah “laa haula wa laa quwwata illa billah”. Demikian pula saat muadzin mengucapkan tatswib maka jawabannya adalah “shadaqta wa bararta”. Setelah adzan usai, hendaknya berdoa dengan doa yang telah diajarkan oleh Nabi saw. Setiap muslim yang mendengar adzan hendaknya segera bergegas menuju ke masjid dan meninggalkan aktivitasnya untuk melaksanakan sholat secara berjamaah. Segera memenuhi panggilan adzan adalah sebuah keutamaan. Meskipun demikian, sewaktu berangkat ke masjid hendaknya seseorang berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Adapun iqamat, kita disyariatkan mengucapkannya setiap kali sebelum melakukan sholat fardhu secara berjamaah. Iqamat hendaknya dipercepat, tetapi tidak boleh tergesa-gesa dan harus menjaga pelafalan kalimat-kalimatnya. Seperti halnya adzan, bagi yang mendengar iqamat disunnahkan untuk menjawabnya persis seperti ihwal adzan, kecuali setelah kalimat “qad qaamatish sholat” maka jawabannya adalah “aqaamahallahu wa adaamahaa”.

PENGETAHUAN DASAR FIQIH SHOLAT




PENGETAHUAN DASAR FIQIH SHOLAT

Pengantar Sholat
Sholat menurut bahasa berarti doa. Adapun menurut peristilahan, sholat ialah ibadah tauqifi yang sudah sangat dikenal, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Perintah menegakkan sholat tersebar sangat banyak dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya, Allah berfirman : “Sesungguhnya sholat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktu-waktunya atas orang-orang yang beriman”. Sholat merupakan rukun Islam yang kedua, setelah syahadat. Ia adalah tiang agama. Nabi saw bersabda “Sholat adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya maka ia telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan agama”. Ia juga merupakan benteng terakhir seorang muslim, karena Islam itu memiliki simpul-simpul yang akan terurai satu demi satu dimana yang akan terakhir kali terurai adalah sholat.
Sholat telah disyariatkan sejak awal-awal munculnya Islam di Makkah. Sejak awal kenabian, yakni semenjak turunnya QS Al-Muzzammil, Nabi telah diwajibkan untuk melakukan sholat malam. Sebelum turunnya perintah sholat lima waktu, umat Islam di Makkah saat itu hanya melakukan sholat dua kali dalam sehari, yakni pada pagi dan petang saja. Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, umat Islam diwajibkan untuk melakukan sholat lima kali dalam sehari.
Diantara hikmah menegakkan sholat ialah :
1.    Sholat akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
2.    Sholat, bersama-sama dengan sabar, merupakan sarana meminta pertolongan kepada Allah.
3.    Sholat merupakan sarana mengingat Allah di tengah-tengah kesibukan manusia dalam menjalani kehidupan dunia.
 
Ancaman bagi yang meninggalkan sholat.
Sedemikian pentingnya sholat, Allah bahkan tetap memerintahkan orang yang sakit untuk melakukannya sesuai dengan kemampuannya. Bahkan orang yang dicekam ketakutan pun tetap diharuskan melakukan sholat, meskipun harus melakukannya diatas kendaraan, sambil berjalan, atau dengan tata cara khusus.
Barangsiapa meninggalkan sholat dengan keyakinan bahwa ia tidak wajib maka ia telah kafir. Adapun orang yang meninggalkan sholat hanya karena malas tetapi masih meyakini wajibnya, maka ia harus diingatkan untuk kembali melakukan sholat. Jika tidak bisa diingatkan, maka hendaknya ia dihukum dengan hukuman yang sanggup membuatnya jera dan menyadarkannya untuk kembali melakukan sholat.
Bahkan Allah juga mencela orang yang melakukan sholat tetapi lalai dalam sholatnya. Maksud lalai disini antara lain suka mengundur-undur waktu sholat sampai waktunya hampir habis (sehingga ia melakukan sholat dengan tergesa-gesa) atau bahkan habis. Lalai disini juga bisa bermakna tidak pernah khusyu’ sewaktu sholat. Raganya sholat tetapi pikirannya kemana-mana, memikirkan kesibukan dunia.
 
Syarat dan Rukun Sholat
Syarat wajibnya sholat bagi seseorang :
1.    Muslim.
2.    Berakal.
3.    Baligh.
Syarat sahnya sholat :
1.    Mengetahui bahwa waktu sholat telah masuk.
2.    Suci dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
3.    Badan, pakaian, dan tempat sholat suci dari najis.
4.    Menutup aurat
5.    Menghadap ke kiblat bagi yang mampu.
Rukun-rukun (fardhu-fardhu) sholat :
1.    Niat.
2.    Takbiratul ihram.
3.    Berdiri (pada sholat fardhu).
4.    Membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat.
5.    Ruku’ dengan thuma’ninah.
6.    I’tidal dengan thuma’ninah.
7.    Sujud dengan thuma’ninah.
8.    Duduk diantara dua sujud.
9.    Duduk tasyahhud akhir dan membaca tasyahhud didalamnya.
10.  Salam.
Sunnah-sunnah sholat :
1.    Mengangkat tangan pada empat tempat : saat takbiratul ihram, saat menuju ruku’, saat bangkit dari ruku’, dan saat beranjak ke rakaat ketiga.
2.    Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri.
3.    Mengucapkan doa istiftah pada rakaat pertama secara sirri.
4.    Mengucapkan amin setelah Al-Fatihah.
5.    Membaca ayat Al-Qur’an setelah Al-Fatihah, pada rakaat pertama dan kedua.
6.    Takbir intiqal.
7.    Membaca dzikir dan doa sebagaimana yang diajarkan Rasulullah ketika ruku’, i’tidal, sujud, dan duduk diantara dua sujud.
8.    Duduk istirahat.
9.    Tasyahhud awal.
10.  Membaca sholawat Nabi setelah tasyahhud akhir.
11.  Membaca doa sebelum salam.
12.  Membaca dzikir dan doa sesudah salam.

Waktu-waktu sholat
Waktu sholat shubuh :
Sejak terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari.
Waktu sholat zhuhur :
Sejak tergelincirnya matahari sampai bayangan benda sama panjang dengan bendanya.
Waktu sholat ashar :
Sejak bayangan benda sama panjang dengan bendanya sampai matahari menjadi kuning. Adapun sejak matahari menjadi kuning sampai terbenamnya matahari adalah waktu yang makruh – meskipun boleh – bagi yang tidak memiliki udzur.
Waktu sholat maghrib :
Sejak matahari telah benar-benar tenggelam sampai hilangnya mega merah.
Waktu sholat isya’ :
Sejak hilangnya mega merah sampai tengah malam. Sholat isya’ sebaiknya tidak dilakukan sejak tengah malam sampai terbitnya fajar shadiq bagi yang tidak memiliki udzur, meskipun boleh.
Waktu yang paling utama :
Waktu sholat yang paling utama adalah diawal waktu, terutama sholat maghrib karena ada yang berpendapat bahwa sholat maghrib tidak memiliki waktu muwassa’ (berdasarkan hadits Jibril mengimami Nabi saw). Dikecualikan dari awal waktu sebagai waktu yang paling utama adalah sholat isya’, yang mana waktunya yang paling utama adalah tengah malam. Khusus untuk sholat zhuhur, lebih disukai diundur sampai panas matahari sedikit reda pada hari dimana panas sangat menyengat.
Waktu yang dilarang untuk sholat :
  • Tiga waktu : saat terbitnya matahari sampai naiknya matahari setinggi tombak (=tiga meter), saat istiwa’ (matahari tepat diatas kepala) [kecuali untuk sholat sunnah jum’at], dan saat matahari sedang tenggelam.
  • Sesudah sholat shubuh.
  • Sesudah sholat ashar.
 
Tempat-tempat sholat
Sholat bisa dilakukan dimana saja asalkan tempat tersebut suci. Tempat-tempat tertentu yang kita dilarang untuk sholat disitu adalah pekuburan dan WC. Sebaik-baik tempat untuk sholat fardhu bagi laki-laki adalah masjid. Apabila terdapat banyak masjid, maka yang lebih utama adalah di masjid yang jumlah jamaahnya jauh lebih banyak. Adapun sholat sunnah, secara umum lebih utama jika dilakukan di rumah (kecuali beberapa sholat seperti sholat tahiyyatul masjid yang tentu saja tidak boleh dilakukan kecuali di masjid). Sementara itu, sebaik-baik tempat sholat bagi perempuan adalah rumahnya. Tetapi, kita tidak boleh melarang para wanita untuk pergi ke masjid, selama tidak berbahaya bagi keselamatan dan keamanannya dan tidak pula mendatangkan fitnah.
Disamping itu, terdapat pula tempat-tempat khusus yang mana sholat didalamnya memiliki keutamaan yang sangat besar. Tempat tersebut adalah Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Sholat Berjama’ah
Menurut jumhur ulama’, hukum sholat berjama’ah adalah sunnah muakkadah bagi setiap laki-laki muslim yang mukallaf. Sebagian ulama mengatakannya wajib bagi yang mendengar adzan dan tidak memiliki udzur.
Sholat berjama’ah lebih utama dua puluh lima atau dua puluh tujuh derajat dibanding sholat sendirian. Sholat berjama’ah merupakan salah satu sarana untuk memperkuat ukhuwah dan kekompakan diantara sesama muslim.
Dalam sholat berjama’ah harus ada seorang imam dan sekurang-kurangnya satu orang makmum. Seorang wanita tidak boleh mengimami makmum laki-laki mukallaf. Tetapi, seorang laki-laki boleh mengimami makmum wanita. Yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling baik bacaan Al-Qur’an-nya. Jika sama, maka yang lebih memahami sunnah Nabi saw. Jika sama, maka yang lebih dulu hijrah. Jika sama, maka yang lebih tua usianya. Seorang imam harus memperhatikan kondisi makmumnya. Yang dijadikan ukuran adalah makmum yang paling lemah.
Seorang makmum tidak boleh mendahului gerakan imam. Apabila imam melakukan kesalahan, maka makmum hendaknya mengingatkan. Cara mengingatkan adalah dengan mengucapkan tasbih (Subhanallah) bagi makmum laki-laki dan dengan bertepuk bagi makmum wanita. Apabila imam salah dalam bacaan Al-Qur’an maka hendaknya makmum mengingatkan dengan membacakan bacaan yang seharusnya.
Shaf yang paling utama bagi makmum laki-laki adalah shaf yang terdepan. Lebih disukai apabila yang berdiri persis dibelakang imam pada shaf pertama adalah yang paling alim, demikian seterusnya untuk beberapa orang disampingnya. Tujuannya adalah agar mudah mengingatkan imam jika salah dan agar bisa menggantikan imam jika imam batal sholatnya.

Hukum Makmum Masbuq
Makmum masbuq adalah makmum yang tidak mendapati imam melakukan takbiratul ihram. Jika makmum sempat melakukan ruku’ dengan thuma’ninah bersama imam maka ia telah mendapatkan rakaat itu. Selesai imam mengucapkan salam, makmum langsung berdiri melanjutkan sisa rakaat yang belum ia kerjakan.

Sujud Sahwi dan Sujud Tilawah
Sujud sahwi adalah sujud dua kali yang disela dengan duduk, karena melupakan sesuatu dalam sholat, baik perbuatan maupun ucapan. Lupa disini bisa kurang, lebih, atau ragu-ragu. Sujud sahwi hukumnya sunnah, bisa dilakukan sebelum atau sesudah salam. Yang paling utama adalah sebelum salam dalam kasus sebagaimana Nabi melakukannya sebelum salam, dan sesudah salam dalam kasus sebagaimana Nabi melakukannya sesudah salam, sedangkan dalam kasus-kasus yang lainnya kita boleh memilih antara sebelum salam dan sesudah salam.  Perlu diperhatikan bahwa jika sujud sahwi dilakukan sesudah salam maka tidak usah ditutup dengan tasyahhud ataupun salam.
Secara lebih rinci, sujud sahwi adalah sebagai berikut :
1.    Jika sholat selesai (salam) tetapi ternyata rakaatnya masih kurang, maka sesudah salam hendaknya mengqadha’ rakaat yang belum ditunaikan. Sesudah salam, lakukan sujud sahwi.
2.    Jika sholat selesai (salam) tetapi ternyata kelebihan rakaat, maka sesudah salam lakukan sujud sahwi.
3.    Jika lupa tidak melakukan tasyahhud awal atau sunnah sholat, maka lakukan sujud sahwi sebelum salam.
4.    Jika ragu-ragu tentang jumlah rakaat maka ambillah jumlah rakaat yang lebih sedikit, lalu lakukan sujud sahwi sebelum salam.
Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan, baik didalam sholat ataupun diluar sholat, karena membaca atau mendengar ayat sajdah. Sujud tilawah hukumnya sunnah, baik didalam sholat ataupun diluar sholat. Dalam sholat, jika imam melakukan sujud tilawah maka makmum wajib mengikutinya karena imam adalah untuk diikuti. Adapun diluar sholat, yang mendengar hanya disunnahkan bersujud jika yang membaca pun bersujud.
Cara sujud tilawah adalah dengan membaca takbir dan langsung sujud, kemudian mengangkat kepala sambil bertakbir. Tidak ada tasyahhud dan tidak ada salam.

Sholat Orang yang Sakit, Orang yang Berada Diatas Kendaraan, dan Orang yang Sedang Dicekam Rasa Takut.
Orang yang sakit dan tidak bisa berdiri atau jika berdiri dikhawatirkan akan memperparah sakitnya, memperlambat sembuhnya, pusing, atau pingsan, maka dia boleh sholat dengan duduk. Jika dengan duduk pun tidak bisa, maka dia boleh sholat dengan berbaring miring ke kanan menghadap ke kiblat. Jika tidak bisa, dia boleh sholat dengan berbaring dimana telapak kakinya menghadap ke kiblat. Jika masih tidak bisa, dia boleh sholat dengan isyarat.
Bagi yang sedang berada diatas kendaraan, hendaknya sholat dengan berdiri jika mampu dan tidak menyusahkan. Jika tidak begitu, dia boleh sholat dengan duduk. Kalau bisa, hendaknya dia sholat dengan menghadap ke kiblat. Jika tidak bisa, hendaknya dia menghadap ke kiblat di awal sholatnya, selanjutnya mengikuti arah kendaraannya. Jika masih tidak bisa juga, dia boleh menghadap kemana saja sesuai dengan arah kendaraannya karena kemanapun kita menghadap maka disitulah wajah Allah.
Bagi sekumpulan orang yang sedang dicekam bahaya yang akan menyerang (misalnya dalam peperangan), mereka diperbolehkan melakukan sholat berjamaah dengan tata cara sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah (sering disebut sebagai sholat khauf). Dalam kondisi bahaya yang sangat mencekam atau mengkhawatirkan, seseorang bisa pula sholat sambil berjalan atau mengendarai kendaraan.
Ini semua menunjukkan betapa pentingnya sholat itu, dan betapa tercelanya orang yang suka menelantarkan waktu sholat sehingga keluar dari waktunya atau hampir kehabisan waktunya sehingga tidak bisa melakukan sholatnya dengan tenang.

Sholat Jamak dan Sholat Qashar
Dari sisi bahasa, menjamak artinya menggabungkan sementara mengqashar artinya memendekkan. Menjamak sholat artinya menggabungkan dua sholat pada satu waktu. Sementara mengqashar sholat artinya meringkas sholat empat rakaat menjadi dua rakaat. Sholat zhuhur bisa dijamak dengan sholat ashar. Sedangkan sholat maghrib bisa dijamak dengan sholat isya’. Jamak bisa dilakukan pada waktu sholat yang pertama, disebut jamak taqdim. Jamak bisa pula dilakukan pada waktu sholat yang kedua, disebut jamak ta’khir. Adapun sholat yang bisa diqashar hanyalah sholat empat rakaat saja.
Bagi orang yang sedang bepergian, dia boleh mengqashar dan menjamak sholatnya, baik ketika masih ditengah perjalanan ataupun ketika sudah sampai di tempat tujuan sementara kita tidak berniat untuk bermukim disitu.  Khusus untuk jamak, ia bisa juga dilakukan karena hujan, sakit, atau hajat yang lazimnya sangat menyulitkan untuk tidak menjamak.

Sholat Jum’at
Sholat jum’at wajib bagi setiap laki-laki mukallaf yang muqim (tidak sedang dalam perjalanan), tidak sakit, dan tidak memiliki udzur yang dibenarkan oleh syariat. Adapun wanita dan anak-anak, mereka tidak wajib melakukan sholat jum’at. Bagi laki-laki mukallaf yang tidak diwajibkan sholat jum’at, ia bisa tetap melakukan sholat zhuhur sebagaimana hari-hari yang lain.
Sholat jum’at dilakukan dua rakaat, didahului dengan dua khutbah yang mana kedua khutbah itu disela dengan duduk sejenak. Adzan dilakukan setelah khatib mengucapkan salam. Khutbah ju’at hendaknya tidak terlalu panjang dan berbicara tentang permasalahan umat yang penting. Sementara itu, sholatnya hendaknya diperpanjang. Pada saat khutbah berlangsung, seseorang tidak boleh berbicara atau bercakap-cakap sesama jamaah. Begitu kita masuk masjid untuk sholat jum’at, kita disunnahkan untuk terlebih dulu melakukan sholat sunnah. Bila saat kita masuk ternyata khatib sudah berkhutbah maka hendaknya kita melakukan sholat sunnah dua rakaat secara singkat.
Sebelum sholat jum’at, kita disunnahkan untuk mandi. Mandi sholat jum’at bisa dilakukan semenjak masuknya waktu shubuh, tetapi yang paling utama adalah menjelang berangkat sholat jum’at. Dalam menunaikan sholat Jum’at, kita (para laki-laki mukallaf) juga disunnahkan untuk memakai pakaian yang sebagus-bagusnya dan tampil serapi-rapinya, serta memakai minyak wangi.